Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Dinas Kesehatan DKI Jakarta Arif Syaiful Haq dalam Sosialisasi Stop Tuberkulosis (TB) di Jakarta, Rabu (2/9/2025). ANTARA/Lia Wanadriani Santosa.
Jakarta (ANTARA) – Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengimbau agar warga segera memeriksakan diri ke puskesmas jika mengalami batuk berkepanjangan dan tak kunjung sembuh karena berpotensi tuberkulosis (TB).
"TB dapat diketahui melalui pemeriksaan dahak dari batuk. Jadi kalau ada gejala batuk yang panjang dan sebagainya, itu bisa datang ke puskesmas atau ke rumah sakit," kata Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Dinas Kesehatan DKI Jakarta Arif Syaiful Haq dalam Sosialisasi Stop Tuberkulosis (TB) di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan pemeriksaan dahak dilakukan melalui tes cepat molekuler. Petugas kesehatan nantinya melakukan dua kali pengambilan dahak, yakni saat pasien datang ke fasilitas kesehatan dan setelah pasien bangun tidur pada pagi hari.
"Jadi saat datang ke puskesmas, langsung diambil dahaknya, kemudian (pasien) dibekali pot dahak. Besok paginya, harus dikeluarkan dahaknya dan diantarkan ke puskesmas untuk dicek dahak pada saat bangun tidur," jelas Arif.
Pengambilan dahak, sambung dia, juga dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan jarak minimal satu jam.
Baca juga: Pemprov DKI optimistis eliminasi tuberkulosis
Lebih lanjut, dia memaparkan cara mengeluarkan dahak yang benar, yaitu dengan menarik nafas dalam sebanyak tiga kali, lalu sentakkan untuk mengeluarkan dahak dari paru-paru. Warna dahak yang benar adalah putih, kekuningan atau kehijauan, dan teksturnya lebih kental dari air liur.
Jika sulit mengeluarkan dahak, coba beraktivitas terlebih dahulu, misalnya lari-lari kecil di tempat atau minum teh hangat.
"Nanti bisa dibantu oleh tenaga kesehatan di puskesmas, untuk bisa mengeluarkan dahak yang baik dan benar," papar Arif.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan per Juli 2025, kasus TB di Jakarta mencapai 36.825 kasus. Dari jumlah tersebut, 676 kasus di antaranya merupakan TB resistan obat (RO) atau kebal terhadap obat TB lini pertama sehingga memerlukan pengobatan berbeda, lebih lama, dan kompleks dibandingkan TB biasa.
Baca juga: Rano sebut program Pemprov fokus tuntaskan kasus tuberkulosis
Baca juga: DKI telah temukan 20 ribu lebih penderita TBC
Pewarta: Lia Wanadriani SantosaEditor: Rr. Cornea Khairany Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.